HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG PADANG
CLOCK
CALENDAR


COMMENTS
Yahoo! Messenger
Photobucket
Admin
PENGANGGURAN TERDIDIK
Senin, 11 Oktober 2010

RENO FERNANDES (Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Padang)

Sangat mengherankan Jumlah penganggur terdidik di Indonesia setiap tahun terus bertambah. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah sarjana (S-1) pada Februari 2007 sebanyak 409.900 orang. Setahun kemudian, tepatnya Februari 2008 jumlah pengangguran terdidik bertambah 216.300 orang atau sekitar 626.200 orang. Jika setiap tahun jumlah kenaikan rata-rata 216.300, pada Februari 2012 terdapat lebih dari 1 juta pengangguran terdidik. Belum ditambah pengangguran lulusan diploma (D-1, D-2, D-3) terus meningkat.
Fenomena ini tentunya terasa lucu jika kita beracuan kepada tujuan pendidikan nasional yakni: “Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa; Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Wajah Perguruan Tinggi dan Mahasiswa

Banyaknya pengangguran terdidik di Indoensia disebabkan beberapa hal. Pertama, kompetensi lulusan yang masih rendah. Kedua, tidak sesuai kebutuhan dunia kerja. Berbagai gelar kesarjanaan yang disandang tidak mempunyai peluang kerja strategis sehingga tumpukan sarjana tidak tersalurkan secara seimbang. Ketiga, adanya program studi yang jumlah lulusannya sudah terlalu melimpah. Akhirnya, mereka menumpuk dalam stok ”cuci gudang” yang tidak laku dalam bursa lapangan kerja. Keempat, paradigma job oriented. Belajar di kampus sekadar dimaknai sebagai pencarian kerja sehingga proses belajar yang dijalani tidak begitu serius, asal lulus sebagai syarat formalitas mencari kerja. Itu merupakan persoalan paling mendasar dalam konteks tragedi pengangguran kaum terpelajar di Indonesia.
Dari beberapa penyebab diatas dapat kita klarisifikasi menjadi 2 bagian, Pertama, penggangguran yang disebakan oleh Perguruan Tinggi. Beberapa tahun belakangan ini banyaknya perguruan tinggi baru bermunculan baik swasta ataupun negeri dengan berbagai macam jurusan baru di perguruan tinggi. Kondisi seperti ini tambah diperparah dengan semakin banyaknya jalur masuk menjadi mahasiswa. Baik jalur UMB, SNPTN, Sampai jalur ekstensi, atau Non Reguler (Jalur masuk ke perguruan tinggi negeri yang dikelola oleh perguruan tinggi negeri yang bersangkutan). Kondisi inipun diperparah lagi dengan semakin banyaknya penerimaan mahasiswa di PTN Swasta ataupun Negeri. Penerimaan mahasiwa yang dilakukan oleh perguruan tinggi tidak pernah memikirkan kemana masiswa ini mau dilempar setelah menjadi sarjana. Atau lebih tepanya Perguruan Tinggi tidak bertanggung jawab atas apa yang di perbautnya. Kedua, Pengganguran yang disebabkan oleh orientasi mahasiswa. hal ini merupakan hal yang sangat mendasar terciptanya pengganguran terdidik di Negeri ini. Paradigma yang berorientasi job oriented telah menjadikan mahasiswa sebagai ”Calon Buruh-buruh terdidik” sehingga dalam menerima materi pembelajaran dari kampus, mereka tidak mampu membaca secara kritis dan tidak melakukan eksperimentasi kritis yang eksperimental dalam kajian keilmuan yang ditekuninya. Hasilnya adalah peserta didik yang ‘bergentayangan mencari kerja, tak tahu arah dan orientasi keilmuan yang menjadi disiplin belajarnya.

Pengaruh Kuliah-Pulang

Selama ini, seperti pengalaman yang saya jumpai semasa masih mahasiswa, Kawan-kawan mahasiswa datang ke kampus hanya untuk mengikuti rutinitas perkuliahan. Namun di luar itu, waktu senggangnya hanya diisi dengan kegiatan nongkrong sambil bicara ngalor ngidul dengan sesama temannya. Sementara untuk sekedar meluangkan waktu berkunjung ke perpustakaan sebagai gudang ilmu tak sempat dilakukan.
Waktu luangnya pun tidak untuk digunakan dengan diisi berbagai kegiataan bermanfaat seperti aktif di organisasi, mengikuti berbagai seminar atau forum kajian ilmiah yang termasuk kegiatan positif. Yang terjadi semasa mahasiswa hanya bersenang-senang dan tak mempedulikan tujuannya untuk mendapatkan ilmu bermanfaat sebagai bekal mengarungi dunia kerja setelah meraih titel sarjana.
Hal inilah yang menjadi penyebab ketika sudah mengantongi gelar akademik yang cukup bergengsi sekali pun sering terjadi seseorang masih kesulitan mendapatkan kerja sebab tak punya skill mumpuni yang menjadi tuntutan mutlak dunia kerja. Jika seperti itu, tak ada lagi yang bisa diperbuat karena semuanya sudah terlambat. Dan kondisi itu yang sekarang ini dialami banyak sarjana ketika memasuki dunia kerja dengan modal ijazah semata, yang membuat pengangguran bertambah. Di waktu bersamaan, banyak pula perusahaan yang kesulitan mendapat tenaga kerja akibat minimnya skill yang dimiliki tenaga kerja.
Disisi lain orientasi pendidikan yang menekankan pada penyiapan kerja juga menyebabkan pengangguran sarjana meningkat karena rendahnya daya serap bursa kerja dalam arti khusus. Kesalahan orientasi ini pula banyak sarjana yang mempunyai tujuan untuk menjadi PNS atau bekerja pada perusahaan maupun institusi-institusi. Mereka rela menganggur sampai beberapa saat untuk memperoleh pekerjaan yang dianggap sesuai hingga kesana kemari dalam pengajuan. Semoga di Hari Sarjana Nasional pada tanggal 29 September 2010 ini Para sarjana Indonesia memaknai Fungsi dan Perannya.
Yakin Usaha Sampai

Tulisan Ini Dimuat di Harian Singgalang, Sabtu 2 Oktober 2010

posted by HMI CABANG PADANG @ 03.33  
0 Comments:

Posting Komentar

<< Home
 
About Me

Name: HMI CABANG PADANG
Home:
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
© HMI CABANG PADANG; Blogger Template by KABID PA HMI Cabang Padang 2010-2011